Jumat, 19 Agustus 2016

Jangan mencintai-ku.

Hai, aku tahu akhir-akhir ini aku terus menyakitimu, membuatmu menangis, membuat hatimu terus terluka, tapi dengarkan aku. Aku bukan gadis yang familiar, aku nerd dan suka menyendiri, aku mencintai duniaku melebihi apapun, dan aku tidak suka pada keramaian yang membuatku bosan. Aku ingin mengatakan banyak hal padamu tapi aku tidak bisa, percayalah ini amat menyakitkan untukku, membuatmu terluka lebih dalam.

Aku sering berbohong padamu hanya untuk mencuri perhatian, lalu aku mengabaikanmu, apa kau merasa sakit seperti itu? Percayalah untuk membuka hatiku pada siapa pun,  saat ini aku tidak siap. Ada banyak yang mengangguku, aku sudah cukup banyak kehilangan segala hal dan aku tidak dapat menemukan diriku lagi dalam jiwaku sendiri, aku sendirian. Ketika tidak ada seorang pun di dekatku aku menangis, aku terlalu egois untukmu, memikirkan beribu cara untuk membuatmu jauh dariku, tetapi kau tetap menyukaiku.

Jatuh cinta? Aku tidak siap. Takut jika hatiku terluka, takut jika lingkunganku menolak cintaku. Aku bukan lah seperti gadis diluar sana, dengan mudahnya jatuh cinta dan menerimamu apa adanya, aku lelah dengan semua ini, aku terlalu banyak menyakitimu dan membuatmu merasa memilikiku, tolong dengarkan aku, kita tidak bisa membuat takdir bersama, kita tidak bisa bersama, lupakan aku, terlalu takut untukku untuk jatuh cinta padamu. Aku tidak mengerti diriku sendiri.

Ketika yang kuinginkan menghilang, aku seperti tak punya harapan lagi. Pikiranku kacau dan aku tak bisa jatuh cinta secepat apapun. Jika aku terus-terus menyakitimu maka itu membuatku sakit, aku tidak ingin melihatmu menangis, maafkan aku. Terlalu malu untuk meminta maaf padamu, karena terlalu banyak rasa sakit yang ku berikan padamu. Jangan jatuh cinta padaku, ku mohon. Aku berbeda, aku tak bisa setiap hari harus membalas perhatianmu atau sekadar membalas chat-mu. Terkadang aku lebih baik menyendiri, tanpa orang lain. Aku juga ingin, melihatmu tersenyum ketika bermain dengan temanmu atau sekedar membuat tugas, tapi aku tidak bisa.

Aku terlalu apatis, bahkan untuk mengatakan "hi" saja aku terlalu takut. Silahkan jika kau ingin menganggap aku wanita paling jahat, tidak apa-apa, jangan mencintaiku, aku mohon.  Aku memang jahat sudah menyakitimu, apa aku bisa mengatakan maaf sekali lagi?  Maafkan aku, aku membuatmu terluka hingga menangis. Kata orang air mata pria itu adalah ketulusan. Aku tau kau orang yang tulus, tapi kau tidak cocok bersama gadis sepertiku. Menyerahlah untuk mencintaiku. Karena aku tidak ingin menyakitimu.  

Salam, Fitrah.

Senin, 13 Juni 2016

Afwan (2)

Hariku kini berbeda sekali, aku berjalan bebas tanpa ada tangan lain yang mengisi sela jari. Rasa kosong dalam diri perlahan terusir pergi, ada mimpi lain yang mengisi, bukan tentang dia lagi, pria kecintaan yang sekian lama mengisi hati. Kali ini, padamu sang pengganti kuceritakan terjalnya jalan yang kulalui hingga aku sampai di titik ikhlas ini.

Hari pertama dia mengakhiri “kami” putaran duniaku seakan berhenti.

Dia pergi, tidak ada yang bisa menggambarkan kacaunya hati selain kalimat "rasanya seperti mau mati". Aku menangis berhari-hari, memeluk diri sendiri dan mengoreksi salahku di sana sini. Sama sekali tak terlintas di pikiran dia sudah menyiapkan pengganti, aku benar-benar berharap masih bisa kembali. Tetapi dia, priaku, kekasihmu, mengatakan ini harus diakhiri, dan jangan sampai ada orang lain yang tersakiti.

Aneh, kenapa dia menyebut orang lain yang akan tersakiti, bukannya salah satu dari kami?

Hanya dalam hitungan hari kode di udara untukmu sudah bisa dengan jelas kubaca.

Priaku seketika berubah menjadi orang yang berbeda, perasaanku sama sekali tidak lagi dia jaga. Sudah bisa jelas kubaca, dia sedang jatuh cinta. Tapi aku masih bertanya, perempuan mana yang tiba-tiba memenangkan hatinya.

Perasaanku kacau dengan sendirinya, aku menolak percaya ada cinta lain yang berhasil mencurinya.

Aku sempat memintanya kembali dan memperbaiki, tapi dia mengatakan sudah tak bisa lagi, rupanya ada kamu yang sedang mendekati. Kamu, yang bernama Zulfa Majida.

Seminggu setelah "kami" diakhiri, aku meminta priaku kembali, aku berjanji versi terbaik diriku yang akan kuberi. Tapi dia, priaku, bersikeras tak mau mencoba lagi. Aku bertanya apa karena ada orang lain yang yang sudah mengisi hati. Tidak, dia tidak mengakui, dia katakan itu murni pertimbangannya sendiri, hanya saja dia mengaamiini saat itu sudah ada kamu yang datang mendekati.

Aku manusia, sempat iri, sakit hati, dan merutuki.

Aku masih merasa perpisahanku dengannya adalah mimpi, tapi ternyata di sana aku sudah diganti. Nyeri sekali, ini masih dalam hitungan hari, lebam biru di hati belum sedikit pun terobati, tapi aku dan kamu sudah berganti posisi. Priaku kini sudah kau miliki.

Aku mengenal keluarga priamu dengan baik, walau akhirnya tetap saling berkabar, tapi rasanya aku harus berpamitan.

Tiba di satu perbincangan, aku mengatakan aku dan priamu sudah tidak lagi ada hubungan. Selama beberapa tahun saling bertukar pesan, ini adalah kali pertama berkomunikasi dengan mereka membutuhkan seluruh ketegaran. Aku minta maaf karena banyak kekurangan, mereka pun sama, meminta maaf padaku karena yang bisa dilakukan hanyalah memberi saran. Sakit, karena dalam kebersamaan mereka, aku tak kan pernah lagi ambil bagian. Setelahnya, ada perasaan lega, walau air mata sempat bercucuran.

Dia mulai memperkenalkanmu pada dunia, membuatku bertanya “apa lebihnya kamu dibanding saya?”

Aku tidak lagi berkomunikasi dengannya, priamu, dia menutup semua aksesnya. Sampai akhirnya kutemukan foto kalian terpasang di sosial media. Saat itu aku ingin berteriak

"Mama…apa lebihnya dia dibanding saya?"

Kamu berhasil mendapatkan dia dengan mudahnya. Sedangkan aku, yang terseok-seok memperjuangkan dan menunggunya dengan setia tiba-tiba ditinggalkan begitu saja, mudah saja, tanpa ada kesempatan kedua.

Tentang hubungan kalian sekarang, aku tidak ingin tahu, tapi tentang siapa kamu aku sedikit penasaran.

Aku mulai bertanya tentang dirimu, siapa gerangan? Sejak kapan kalian menjalin hubungan? Sejak kapan kalian bersisian? Hingga aku mengingat-ingat semua percakapan.

Kamu kah dia? yang saat kami masih bersama sering sekali mengirim pesan.

Kamu kah dia? yang saat priaku bertanya bolehkah keluar bersama selalu aku ijinkan.

Demi Tuhan, aku percaya padanya, hubungan kami punya tujuan, ada masa depan yang sudah digambarkan,  keluarga pun sudah meminta pertemuan.  Aku percaya saat itu priaku akan bertahan, dia tidak mungkin pindah haluan.

Aku merapal doa setiap hari, menyatukan kembali pecahan hati, hingga kusetujui hanya bahagianya yang kuingini.

Berakhirnya kami, dan bersisiannya kalian mencabik hatiku di sana sini, menjadi pecahan berantakan sampai tak ada bentuknya lagi. Sepotong doa kurapal tiap hari, perlahan membuat hatiku utuh lagi. Hari berganti, tidak lama, sebentuk keihlasan sudah kutemui, hanya bahagianya yang kuingini. Begitulah caraku mencintai, pria kesayangan yang kini kau miliki.

Dulu kami punya sekotak impian tentang masa depan, semoga denganmu semua akan diwujudkan.

Dia pria yang sangat butuh pendampingan, dia punya mimpi besar dan mau bergelut dengan tantangan. Keikhlasanmu untuknya sungguh aku harapkan. Semoga padamu pencariannya tergenapkan. Semoga bersamamu semua mimpinya diwujudkan. Semoga untuk kalian semesta mengaminkan.

Sekali lagi, untukmu Zulfa Majida, pria kesayangan itu kulepaskan.

Kamis, 09 Juni 2016

Afwan (1)

Aku sudah hampir melupakan semua luka hati yang dulu pernah ada. Tanpa kamu meminta maaf pun, aku sudah terlebih dahulu memaafkanmu. Sekarang, saat rasa ini sudah hilang untukmu, aku hanya bisa tertawa saat mengenang masa lalu.

"Kok bisa ya, kamu yang menyakitiku justru dulu kutangisi?"

Sekarang aku tersenyum pada diriku sendiri dan sudah menyadari, betapa bodohnya aku dulu. Aku yang ternyata bisa berdiri di atas kaki ku sendiri dan bisa hidup tanpa harus mengemis padamu, mengapa rela mengeluarkan air mata setelah kamu sakiti?

Sekarang saat mataku sudah terbuka, aku memilih untuk memaafkanmu dan melanjutkan hidupku. Kita tidak akan bermusuhan. Sebelum menjalin kisah ini, kita berteman. Hubungan kita baik. Maka saat semuanya sudah usai, pertemanan kita harus tetap sebaik sebelumnya sebagai bukti tak ada luka hati.

Jangan pernah bertanya, apakah kita bisa kembali menjadi sepasang kekasih. Memang, sikap buruk bisa diubah. Memang, tiap orang berhak punya kesempatan. Tapi aku juga berhak punya kesempatan untuk menyayangi diriku, mencintai diriku, menjaga hatiku dari orang-orang sepertimu.

Aku tak pernah ingin kita kembali menjadi pasangan kekasih. Aku memaafkanmu tapi bukan berarti kamu boleh kembali ke hati ini. Aku memaafkanmu karena aku ingin hubungan kita baik seperti saat baru mengenal. Sementara, hati ini memang diciptakan bukan untuk tempatmu hadir.

Mengertilah. Memaafkan dan menerimamu kembali adalah dua hal yang berbeda. Betul, aku sudah memaafkanmu. Tapi aku tak pernah ingin kisah cinta kita dilanjutkan lagi.

Jumat, 27 Mei 2016

Jangan Menyandarkan Hatimu Pada Seorang Penulis

Jangan mau sama seorang penulis, daya ingatnya terlalu kuat. Dia akan mengingat setiap peristiwa yang bahkan kaupun telah melupakannya karena di anggap hal biasa, tapi baginya setiap hal yang dilewati adalah moment spesial. Tak peduli apakah hal itu menyedihkan ataupun membahagiakan, baginya setiap waktu memiliki cerita dan kesan yang tak masalah jika diabadikan dalam sebuah tulisan.

Dia akan mengingat setiap peristiwa yang bahkan kaupun telah melupakannya karena dianggap hal biasa.

Jangan mau sama seorang penulis, dia terlalu banyak berpikir. Kritikannya menggunakan bahasa sederhana yang tersirat namun bermakna. Memangnya kamu mau ketika di tegur harus berpikir dulu apa maksud dari tegurannya itu? Tidak kan, cara menyinggungnya pun tidak frontal tapi lebih senang memainkan kata-kata agar hanya tertentu saja yang akan merasa, yang memang betul-betul melakukannya.

Kritikannya menggunakan bahasa sederhana yang tersirat namun bermakna.

Jangan sampai jatuh cinta dengan seorang penulis, seorang penulis terlalu puitis dalam menyampaikan perasaanya. Terkadang dianggap berlebihan, namun tak jarang kamu akan di buat terbuai oleh penggalan bait puisinya. Sampai lupa bahwa kamu masih berpijak dibumi sedang khayalan sudah sampai dilangit ketujuh. Aneh kan, setiap hari kau akan dihujani kata-kata yang menyeka jiwa.

Seorang penulis terlalu banyak diam, namun pikirannya entah kemana merangkai setiap ingatan menjadi sebentuk kata lalu menjelma menjadi kalimat. Kamu bisa saja merasa diabaikan saat bersamanya, belum lagi kalau ditemani bicara biasa tidak nyambung. Tapi tenang, seorang tidak akan lupa pada setiap kata yang kamu lontarkan, dan ketika kamu sudah lupa tiba-tiba dia mengulang kata-katamu.

Sebelum kamu benar-benar memilih seorang penulis, sebaiknya dipikir-pikir dulu biar tidak menyesal. Namun jika kamu mencari orang yang akan membahagiakanmu dengan ketulusan, mungkin seorang penulis adalah salah satu solusi. Sebab kamu tidak butuh banyak suka di setiap postinganmu, cukup satu saja tapi selalu memikirkanmu.

Sebelum kamu benar-benar memilih seorang penulis, sebaiknya dipikir-pikir dulu biar tidak menyesal.

Senin, 23 Mei 2016

- (2)

Matahari memang sudah terbenam tapi esok lusa bukan berarti tidak bisa terbit lagi. Perjalanan kita memang telah selesai tapi bukan berarti esok hari kita tidak bisa berjalan bersama kembali.

Kepedulianmu untuk menguatkanku dengan kata-katamu tanpa kau sadari itu sangat membantuku. Kau berusaha untuk mengembalikan aku disaat aku sendiri pun tengah berjuang untuk berusaha ikhlas dan sabar. Dan ternyata dengan rasa peduli itu bisa membuat kepribadian orang menjadi lebih menarik. Mungkin kau tidak bermaksud menarik perhatianku dan kau benar-benar tulus membantuku. Mungkin disinilah salahku yang tidak sengaja mulai memperhatikan dirimu.

Aku memang tidak begitu mengenal kamu, Langkah kaki kita memang tidak pernah beriringan tapi tanganmu pernah kau ulurkan untuk membantuku. Kamu pernah menggenggam tanganku agar aku tidak terjatuh, Kamu mengulurkan tangan untuk membantuku menanjak naik. Kamu tetap menunggu dibawah untuk memastikan aku bisa kembali dan kamu tetap disana disaat mereka berlarian menyelamatkan diri. Kamu menunjukkan kepedulianmu. Maka dari itu aku sanggup melihat kearahmu dan memperhatikanmu lebih.

Aku berharap suatu hari nanti kepedulianmu berlanjut agar memoriku tentang kamu tidak hanya sekedar itu.

Percayalah, wanita itu bisa begitu tersentuh hanya dengan kepedulian, dan perhatian yang diberikan. Dan kali ini akupun sadar aku telah terbawa perasaan. Tapi tak mengapa aku masih bisa menahannya sampai batas yang pantas.

Saat ini aku mungkin hanya bisa sekedar tahu tentang kamu, tapi esok lusa siapa yang tahu. Saat ini akupun hanya bisa memikirkanmu tapi kedepannya mungkin kau bisa memenuhi pikiranku, tak ada yang tahu.

Kita masih mengalir di arus yang berbeda dan kita memiliki muara yang tidak sama. Aku dan kamu di pertemukan oleh mereka yang riuh tapi menyenangkan dan aku bersyukur aku bisa berada di tengah-tengah persahabatan kalian.

Aku mempercayai setiap hal yang terjadi dalam hidupku bukan hanya kebetulan semata melainkan rencana Tuhan untuk dapat ku petik pelajaran yang berharga. Aku percaya kau hadir dipikiranku bukan hanya untuk kutahu namanya saja tapi untuk bisa kukenal lebih jauh.

Selamat Malam,

Salam, dari aku yang hatinya sedang kau kuatkan.

Sabtu, 21 Mei 2016

-

Teruntuk kamu yang saat ini disisiku,  meski orang bilang aku hanya menjadikanmu sebagai pelampiasan, tapi inilah sebenar-benarnya hubungan.

'Meski belum sepenuhnya, tapi rasaku padamu adalah rasa yang ...'

Ah, coba kamu hitung, sudah berapa lama kita duduk berdua dengan punggung saling beradu seperti ini? Lagi dan lagi kita berdebat tentang masalah yang sama. Dengan alasan yang serupa, kamu meragukan hubungan kita. Kamu bilang aku masih terkenang pada dia yang ada di masa lalu, sedang kamu hanyalah pelampiasanku.

Kalau kau merasa aku hanya mencari pelarian saja, mengertilah itu bukan kenyataannya.

Tak pernah terlintas di pikiranku untuk menjadikanmu sebagai pelarian saja. Terkadang aku bertanya-tanya apa yang membuatmu merasa demikian. Apakah ada sikapku yang salah dan tak seharusnya? Ataukah kamu hanya merasa karena aku terlalu cepat memutuskan untuk bersamamu setelah apa yang terjadi di masa lalu hidupku? Jika alasanmu yang kedua, aku bisa mengerti. Barangkali wajar bila kamu merasa hanya sebagai pelampiasan. Meskipun begitu, mengertilah bukan itu yang terjadi sebenarnya.

Aku berpisah dengannya memang belum lama. Tapi aku sudah merelakannya.

Kisah masa laluku sudah kurelakan semua. Soal masa laluku, kamu boleh meragukannya. Aku dan dia berpisah belum lama. Ibaratnya pemakaman, tanahnya masih merah dan basah. Tapi yang barangkali belum kamu mengerti, aku sudah merelakannya. Aku dan dia sudah tidak bisa bersama. Meski kenangan itu masih sesekali melintas di kepala, tapi sungguh tak sekalipun aku berencana untuk kembali kepadanya.

Aku memang pernah terluka, hingga saat ini mungkin aku masih merasakan sakitnya. Tapi bukan berarti aku tak bisa mencintai orang selain dia

Masih soal masa laluku, aku memang seseorang yang sedang dan masih terluka. Masih terbayang sakitnya saat aku dan dia akhirnya harus menyerahkan semua. Rasa sakit ini, kamu tahu sendiri, tak mudah menghapusnya. Bukankah apa yang berjalan tak sesuai rencana selalu meninggalkan bekas yang masih sering terasa walau sudah sekian lama? Tapi meskipun begitu, bukan berarti aku tak bisa mencintai orang lain. Bukan berarti mustahil bagiku untuk benar-benar mencintaimu.

Jika kamu mempertanyakan kesungguhan perasaanku, aku tak akan ragu. Meski belum sepenuhnya, aku sedang berusaha.

Baiklah, baiklah. Aku mengaku. Barangkali perasaanku padamu belum sepenuhnya. Barangkali, masih ada bagian dari hati ini yang tertinggal atau bahkan ikut dengan dirinya. Tapi bukan berarti aku tak sungguh-sungguh denganmu. Soal kesungguhanku, jika kamu bertanya, aku tak pernah ragu-ragu menjawabnya. Dengarlah baik-baik, meski belum sepenuhnya, bukan berarti denganmu aku hanya bercanda.

Rasanya tak adil jika kamu menyebutku mencari pelampiasan saja. Aku hanya sedang mencoba membuka lembaran baru untuk membantuku menyembuhkan luka

Meski aku mengerti sepenuhnya kekhawatiranmu, rasanya sungguh tak adil jika kamu menyebutku mencari pelampiasan. Apakah yang kamu maksud pelampiasan atas hubunganku yang gagal di masa lalu? Atau kamu merasa kamu hanya pelarian, agar aku tak terlalu kesepian setelah kepergiannya? Sekali lagi, aku sudah merelakannya. Lukaku mungkin masih ada. Tapi aku ingin mencoba membuka lembaran baru untuk benar-benar melupakannya. Bukankah bersama orang yang baru adalah salah satu cara untuk melupakan masa lalu?

Meski sekarang kita sedang mencoba, bukan berarti apa yang kita jalani ini bukan hubungan yang sebenarnya bukan?

Aku juga tak mengerti di bagian mana kamu menyebutku tak bersungguh-sungguh dengan hubungan kita. Apakah menurutmu aku masih berharap untuk kembali padanya yang jelas-jelas membawa banyak luka? Ah, ya, kamu pasti berpikir seperti itu. Bahwa barangkali aku hanya ingin membuatnya cemburu dengan bersamamu. Berhentilah berpikir seperti itu. Kita memang masih mencoba. Masih berusaha untuk menyatukan perasaan kita yang masih baru.

Tepis segala ragumu. Mari kita coba bersama, dan menebak-nebak takdir apa yang Tuhan siapkan untuk kita

Sudahlah. Hentikan semua kecemasanmu. Lupakan semua kekhawatiran itu. Daripada hanya berpikir tentang masa lalu, apa tidak sebaiknya kita menyiapkan diri untuk masa depan? Mari kita coba jalani dulu. Aku yakinkan kamu tentang kesungguhanku. Meski belum sepenuhnya, tapi rasaku padamu adalah rasa yang sesungguhnya.

Mari, mari gandeng tanganku. Kita melangkah bersama, menuju suratan takdir Tuhan, yang kita tak pernah tahu ada apa di sana. Tapi bukankah justru itu yang membuatnya begitu mengasyikan dan mendebarkan? Tak perlu menoleh ke belakang. Karena apa yang terjadi di sana tak bisa kita ubah, hanya bisa kita tinggalkan.

Salam, Fitrah.

Rabu, 23 Maret 2016

Jangan baper, Fit.

Bismillahirrahmanirrahim. Assalamualaikum Fitrah. 

Sering kali aku mengikhlaskan kepergian seseorang namun baru kali ini yang paling menyakitkan, maafkan jika aku pernah hadir menyapamu dan mengisi waktu untukmu dalam beberapa hari ini. Kini aku harus pergi bukan karena aku membencimu namun sebaliknya, aku mencintaimu.

Aku tak pernah paham bagaimana bisa aku mencintaimu? Bahkan aku masih sering bertanya-tanya apakah kau sosok yang nyata atau malah sebaliknya?

Dibalik ceritamu beberapa hari ini, aku tersadar. Kamu memang sosok yang kuat nan baik hati namun tidak dengan fisikmu. Engkau berada dititik yang lemah namun masih tetap bersyukur atas nikmat dari Allah SWT, aku kagum padamu. Karena wanita itu identik dengan hatinya yang halus dan pandai merasa seperti yang engkau katakan malam itu.

Kini, aku pergi membawa cerita singkat dan sangat singkat antara kau dan aku. Aku akan mengikhlaskanmu dari kehidupanku karena aku sadar, ada dosa dibalik kita yang melemparkan perhatian itu. Namun, aku mencintaimu dan ku lindungi dirimu dan diriku dari dosa-dosa itu :')

Jangan tanyakan, air matapun ikut menjadi saksi saat aku mencoba lari dan menjauh dari mu, tidakkah kau tahu bagaimana rasanya menjadi diriku saat ini? Semoga kau tidak ikut merasakannya karena itu tak sebanding dengan apa yang engkau rasakan saat ini.

InsyaaAllah, aku akan mengikuti cerita yang Allah persiapkan antara kamu dan aku, jika memang pada akhirnya kita akan bertemu kembali mungkin itu adalah salah satu takdir Allah dan ku harap engkau masih tetap utuh seperti semangat yang ku berikan kepadamu, dulu. Namun, jika memang kita tak akan pernah bertemu kembali? Hanya do'aku yang senantiasa bertemu denganmu. Kita bertemu karena cerita dariNya dan ku pergi karenaNya:')

Aku akan mulai terbiasa kembali tanpamu, terimakasih. Ceritamu memang membuatku bisa tersenyum kembali. Semoga engkau juga tersenyum seperti diriku saat ini...

Yakinlah, untukmu. Semoga senyuman itu kelak sangat indah, bertahanlah! Seberat apapun ujian hidup yang Allah berikan kepadamu pasti ada cara untuk menyelesaikannya, sabar. Kamu kuat! Percayalah, Allah itu maha bijaksana, semoga Allah selalu bersamamu dan menjagamu. Wassalamualaikum Fitrah. 

Yaa Allah, bantu hamba untuk menjaga hati ini.